- One - Thunder (1/1)
Hayeon's POV-----------------------Jimin menindihku di tengah malam ketika kami berdua hendak tidur. Entah kenapa kami sudah berada dalam posisi seperti ini. Wajah tampannya tepat di depan wajahku dia terlihat tersenyum menatapku -- merapikan anak rambutku. Bibirnya mencium bibirku pelan dan lembut yang lama-kelamaan bergerak cepat dan ganas. Tangannya membuka gaun malam yang kukenakan tanpa menghentikan ciumannya. Dia sangat ahli melakukannya. Seiring berjalannya waktu aku menjadi cukup ganas malam ini – kedua tanganku terlingkar erat di lehernya. Aku terangsang karena ulahnya.Jimin beralih turun mencium leher jenjangku. Tanpa sadar aku mendesah memejamkan mata. Terasa nikmat sekali ciumannya . Tanganku mengelus rambutnya menekan kepalanya lebih dalam ketika mencium di daerah dadaku. Gaunku sudah terlepas setengah – jemarinya dengan cepat membuka kait bra.“Jimin”Aku mendesah menyebut namanya tepat di telinganya namun sepertinya Jimin tidak memperdulikan desahanku. Jimin mulai menghisap puting susuku tanpa perlu meminta ijin. Dia selalu unggul dalam memuaskanku. Kejadian kemarin malam masih mengingatkanku ketika terbangun di pagi hari. Aku meninggalkan Jimin yang masih tertidur dengan mulut terbuka. Sepertinya dia sangat lelah. Aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.Selesai mandi Jimin belum juga terbangun. Aku duduk disebelahnya dengan menggunakan kimono handuk berwarna putih. Rambutku yang basah tergulung oleh handuk di kepala. Kugoyangkan pelan tubuh Jimin namun dia masih terpejam.“Jiminie, ireona.” Ucapku.Perlahan Jimin membuka matanya menatapku. Dia tersadar dari tidurnya kemudian melirik jam dinding takut dirinya akan telat pergi ke kantor. Setelah tahu aku membangunkannya terlalu Pagi dia merebahkan dirinya lagi.“Masih terlalu pagi, mmm” jawabnya dengan suara serak. Tangannya menarik tanganku hingga aku terjatuh ke dalam pelukannya. Bibirnya mengecup keningku. Kutatap wajahnya. Dia benar-benar sangat tampan, suamiku. Sudah tiga tahun kami menikah namun belum ada tanda-tanda aku mengandung. Aku selalu sedih akan hal ini. Sebagai istri aku seperti merasa gagal belum bisa memberikan Jimin seorang anak. Apalagi mertuaku yang selalu bertanya mengenai kehamilanku.Terkadang aku berpikir apakah aku harus meninggalkan Jimin? Aku meninggalkan dia karena aku sangat mencintainya. Dia tidak pantas hidup bersama wanita sepertiku yang belum bisa memberikan buah hati. Aku selalu memikirkan hal ini di dalam hati sampai dadaku terasa sesak atau kepalaku terasa sakit.Tuhan memberikanku suami yang hampir sempurna. Jimin tampan, untuk segi materi dia mampu memberikanku kebahagiaan dengan fasilitas-fasilitas mewahnya. Dia tidak pernah mempermasalahkan keadaanku yang belum bisa memberikan anak untuknya. Hanya saja aku sangat ragu, dengan melihatnya seperti ini apa dia tidak mencoba untuk menceraikanku suatu saat nanti? Suami mana yang ingin istrinya tidak bisa mengandung?Aku sangat mengenal Jimin. Teman-temannya seperti apa, bagaimana pergaulannya, dan siapa saja mantan kekasihnya aku sangat mengenal betul. Dia sangat terbuka denganku. Kami sudah mengenal satu sama lain sangat lama. Aku benar-benar takut karena terlalu mencintainya pada akhirnya aku yang akan terluka. Aku takut pada akhirnya hubungan ini akan membuatku tersakiti pada nantinya.Kurebahkan diriku disebelahnya. Kupeluk pinggangnya dan membenamkan wajahku di dadanya yang tanpa sehelai benang itu. Jimin merengkuh tubuhku. Aku benar-benar mencintai pria ini, bagaimanapun dia. Jimin, bisakah kau untuk tidak meninggalkanku?Author’s POV-------------------Hayeon menaruh masakan terakhirnya di atas meja. Dia membuka celemek pink bergambar minie mousenya di atas kursi. Jimin keluar dari kamar dengan dasi garis-garisnya. Hayeon berlari pelan menghampiri Jimin – membantu pria itu mengikat dasi seperti biasanya di setiap pagi. Jimin melingkarkan tangannya di pinggang Hayeon.Hayeon mulai menyadri Jimin sedang tersenyum menatapnya. Dia mencoba memancing Hayeon agar mau menatap wajahnya. Hayeon sengaja tidak menggubris Jimin membuat pria itu mengangkat dagu. Kini aku menatap wajahnya.“Apa yang sedang kau khawatirkan?” tanya Jimin. Hayeon tidak menjawab dan berpikir bahwa Jiminnya seperti tahu apa yang sedang dirasakannya. Dia bertanya-tanya dalam hatinya apa Jimin tahu apa yang sedang dia resahkan?“Anio ..”“Jeongmalyo?” tanya Jimin memastikan bahwa Hayeon tidak berbohong padanya. Wanita itu mengangguk membuat Jimin merasa lega – mengecup kening Hayeon lumayan lama.. kira-kira setelah 10 detik dia menyelesaikan kecupannya.Hayeon menemani Jimin sarapan. Jimin mengunyah makanannya dengan lahap namun tidak dengan Hayeon. Hayeon tidak mengerti kenapa perasaannya kalut seperti ini. Dia sedikit sedih dan mellow pagi ini namun Jimin terlihat biasa-biasa saja.“Apa kau sakit?” tanya Jimin menatap Hayeon. Hayeon mengangkat wajahnya menggeleng tersenyum ke arah Jimin.“Anio. Gwenchanayo”“Nanti aku akan pulang telat.”“Waeyo?”“Banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi kuusahakan akan cepat selesai.”“Gwenchanayo, aku akan menunggumu.”*Hayeon’s POV-------------------Aku sedang berada di ruang tamu menonton TV sendirian menunggu Jimin pulang dari kantor. Jimin CEO dari pabrik pangan terkenal di Korea. Perusahaan turun-temurun yang diwariskan dari kakek moyangnya. Karena itu aku merasa khawatir dengan kehidupanku jika aku tidak bisa memberikan buah hati untuknya. Dia adalah anak sulung satu-satunya di keluarganya. Semua orang menyukainya. Jika seperti ini aku merasa kasihan padanya mendapatkan istri sepertiku yang tidak bisa memberikan timbal balik padanya.Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Kubuka satu pesan masuk ke handphoneku. Mataku melotot dan tubuhku gemetar karena terkejut melihat pesan gambar yang dikirimkan oleh nomor tidak dikenal ke handphoneku. Sebuah foto Jimin sedang mencoba mencium pipi seorang gadis yang tidak begitu jelas gambarnya.‘Ding Dong… Ding Dong’Hayeon terbang