The Real Medicine (1/1)
Setiap manusia perlu obat untuk sembuh. Tapi ternyata ada suatu penyakit yang tak bisa disembuhkan dengan obat.. *** "Sekarang kita menuju ke materi selanjutnya," kata dosen yang membuat beberapa orang menguap. "Ini membosankan," kata seorang yeoja yang lalu menguap karena tertular anak lain. "Benar sekali. Lihat saja kesebelah kirimu," kata salah seorang temannya sambil menunjuk ke arah seorang yeoja lain. "Nami! Ayo bangun!" Bisik Hanree begitu melihat temannya itu sudah pulas dikursinya. Akhirnya begitu pelajaran selesai, mereka langsung menuju ke kantin untuk mencari udara segar. "Sampai kapan kita akan melakukan ini? Mengerjakan laporan, belajar, praktek," keluh Hanree. "Aku lebih menyukai praktek. Apalagi dikelasku ada beberapa anak yang terlalu berisik, jadi aku tidak bosan karena ada celotehan mereka," kata Nami. "Eh? Maksudmu Cha Baro dan temannya Lee Sandeul?" Tanya Hana. "Benar sekali. Ah ~ itu mereka," kata Nami. "Hai!" Sapa Baro dan Sandeul begitu melihat Nami. "Tidak ada kelas? Ayo bergabung di sini," sapa Hana. Baro dan Sandeul akhirnya mengobrol bersama ketiga yeoja itu. Tiba-tiba ada seorang namja lain yang memeluk Sandeul dari belakang. "Gongchan!" Seru Baro saat melihat namja yang sudah seperti dongsaeng-nya sendiri. "Perkenalkan, ini Gongchan," kata Sandeul. "Halo!" Sapa Gongchan. Hanree dan Hana langsung terkesima begitu melihat Gongchan. Sedangkan Nami masih terlihat biasa dan menyapa Gongchan juga. "Kalian di sini rupanya. Tidak mau pulang?" Sapa namja berkacamata ke Sandeul, Baro, dan Gongchan. "Baiklah. Kami pulang dulu. Sampai jumpa!" Pamit Baro. "Eh? Siapa namja yang berkacamata itu?" Tanya Nami. "Dia Shinwoo, senior kita dan disebelahnya tadi itu Jin Young," jelas Hana. "Ada apa?" Tanya Hanree dengan nada menyelidik begitu mendengar Nami menanyakan Shinwoo. "Tidak, tidak apa-apa," jawab Nami. *** "Aku hampir terlambat praktek kimia dasar!" Seru Nami yang membawa alat prakteknya dan terburu-buru memakai jas lab-nya. Bruk! "Tidaak!" Seru Nami saat melihat alat prakteknya jatuh ke lantai dengan suara yang cukup keras. "Maafkan aku! Apa ada tabung reaksi yang pecah?" Tanya seorang namja berkacamata yang langsung melihat isi kotaknya. Nami langsung menutup kotak itu dan berlari menuju ke laboratorium. Kelasnya yang selesai lebih lama dari biasanya membuat ia hampir telat praktek. Namja itu hanya tertegun saat ia melihat Nami berlalu dengan cepat. "Shinwoo! Ayo ke lab," kata Jin Young yang menyadarkan Shinwoo dari diamnya. *** "Hana-ya!" Seru Sandeul saat melihat Hana berjalan sendiri. "Ada apa?" Tanya Hana. "Apa kau melihat Nami?" "Nami baru selesai praktek farmasi fisika di jam ini. Ah ~ itu dia. Baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa," jawab Hana sambil menunjuk ke arah kerumunan anak yang keluar dengan mengenakan jas lab. "Han Nami!" Seru Sandeul memanggil Nami. "Sandeul! Ada apa mencariku?" "Apa kau mau makan siang? Aku lapar." "Boleh saja. Kajja!" Seru Nami tepat setelah ia membereskan barang-barangnya. Sandeul dan Nami lalu makan bersama di kantin. Tiba-tiba Jin Young datang. "Kau bisa punya pacar juga. Boleh aku duduk di sini?" sapa Jin Young begitu melihat Nami. "Kami bukan pasangan!" Kata Nami dan Sandeul kompak. "Ternyata ada Sandeul juga," kata Shinwoo yang lalu duduk di samping Jin Young. "Uhuk!" "Nami? Kau tidak apa-apa?" Tanya Sandeul yang lalu memberikan minuman ke Nami yang tersedak. "Hyung! Nilai ujian praktek kalian sudah keluar! Aku tadi sempat melihatnya!" Seru Gongchan dari kejauhan. "Apa?! Ayo cepat kita lihat!" Seru Jin Young yang lalu menarik Shiwoo untuk melihat nilai mereka dan membuat Nami kaget saat melihat antusias Jin Young. "Jin Young hyung adalah salah satu yang terpintar di angkatannya. Jadi ia sangat memperhatikan nilainya," kata Sandeul. "Kau sudah tahu saja apa yang akan kutanyakan," kata Nami. "Apa kau menyukainya?" "Apa? Suka siapa?" Tanya Nami kaget. "Shinwoo hyung. Kulihat kau memperhatikannya," kata Sandeul yang sukses membuat wajah Nami memerah. "Jadi benar. Mau kukenalkan? Tadi kan tidak sempat karena mereka keburu pergi," kata Sandeul. "Nanti saja," jawab Nami pelan. *** Sejak itu, Nami sering memperhatikan Shinwoo yang ternyata juga praktek di jam yang hampir sama dengannya meski beda laboratorium. Meski hanya melihat dari kejauhan, tapi Nami sudah cukup senang. "Shinwoo-oppa," sapa seseorang yang membuat Nami menoleh. Terlihat Hana, sahabatnya, mendatangi Shiwoo dan mengobrol bersamanya. Shinwoo terlihat sedikit gugup. Namun ia tampak senang sekali saat bertemu Hana. Nami tertegun melihat kejadian itu. "Nami! Ayo masuk!" Kata Baro yang menyadarkan lamunannya. Sandeul memperhatikan arah pandangan Nami yang tertuju ke Hana dan Shinwoo. Namja itu lalu membawa tas dan alat prakteknya ke dalam lab. Dua setengah jam berlalu dengan cepat. Baro lalu mengajak Nami dan Sandeul ke kantin. "Ada apa sih dengan kalian berdua?" Tanya Baro begitu melihat Nami dan Sandeul jadi sering melamun sehabis praktek itu. Karena Baro tak mendapatkan jawaban, ia lalu bergerak untuk mencari makanan. "Apa kau tahu hubungan antara Shinwoo-oppa dengan Hana?" Tanya Nami. "Sebenarnya mereka sedang dekat saat ini. Yang kudengar, Baro yang mengenalkan mereka. Maafkan aku yang belum bisa membantumu," kata Sandeul. "Tidak apa-apa. Sepertinya Shinwoo-oppa menyukai Hana. Itu terlihat dari ekspresinya saat mengobrol bersama Hana tadi." "Jangan sedih. Kalau kau sedih aku juga ikut sedih. Kau kan tahu aku peka akan perasaan orang lain," kata Sandeul. "Kalian tidak ingin makan?" Tanya Baro yang membawa banyak makanan. "Kau akan makan sebanyak itu?" Tanya Sandeul dan Nami bersamaan. "Praktek tadi menguras energiku. Kalian kompak sekali saat bertanya tadi. Sana cari makan! Jangan sampai kalian kurang makan!" Kata Baro yang lalu mulai makan. Setelah makan, Hanree ternyata datang dan mengajak Nami ke kelas. Sandeul lalu membisikkan sesuatu ke Nami sebelum ia pergi. Nami hanya mengangguk dan berlalu bersama Hanree. "Apa yang tadi ia bicarakan?" Tanya Hanree begitu mereka berjalan ke kelas. "Dia ingin mengajakku ke suatu tempat," jawab Nami. "Eh? Apa dia menyukaimu?" "Tidak mungkin. Kami hanya sahabat dekat," kata Nami. *** Esok harinya, Sandeul menunggu Nami di halte bus. "Maaf aku terlambat!" Seru Nami yang datang dengan bawaan cukup banyak. "Mengapa kau tidak bilang kalau kau ada ujian praktek? Bawaanmu jadi banyak begini. Sini aku bantu," kata Sandeul sambil mengambil tas jinjing yang tadinya dibawa Nami. "Sandeul?" Sapa seseorang yang membuat Nami terbelalak kaget. "Shinwoo-hyung? Hana? Halo, apa yang kalian lakukan?" Tanya Sandeul yang juga kaget. "Kami ingin ke toko buku," jawab Hana ramah. "Apa kalian?" Tanya Nami. "Ya, kami baru jadian kemarin. Maaf aku tidak menceritakan apapun padamu, Nami," kata Hana dengan nada menyesal. "Tidak apa-apa. Yang penting kau bahagia dengannya. Dan kau, Shinwoo-ssi, jangan sampai membuatnya menangis, mengerti?" Kata Nami tegas. "Kami pergi dulu. Sampai jumpa hyung!" Kata Sandeul sambil menggandeng Nami dan naik ke dalam bus yang datang. "Apa mereka jadian?" Tanya Hana. "Aku tidak tahu," jawab Shinwoo. Sandeul melihat ke arah Nami yang matanya sudah mulai berkaca-kaca. Nami lalu melepas genggaman Sandeul dan meraih pegangan di bus. Sandeul membiarkan Nami menenangkan diri. "Nami, kita sebentar lagi akan turun," kata Sandeul. Mereka akhirnya turun di depan sebuah jalan yang disekelilingnya ada banyak restoran dan kafe. "Untuk apa kita kesini?" Tanya Nami. "Orang tuaku memiliki sebuah kafe di daerah ini. Aku akan mengajakmu mengobrol di sana." Nami dan Sandeul akhirnya sampai di sebuah kafe yang dipenuhi dengan warna coklat yang teduh. Sandeul lalu masuk dan bertemu dengan ibunya. "Perkenalkan. Ini temanku Han Nami," kata Sandeul saat memperkenalkan Nami ke ibunya. "Salam kenal. Senang bisa bertemu anda. Kafe ini bagus desainnya," sapa Nami ramah. "Apa kau ada keturunan jepang? Namamu sedikit berbeda." "Ya, ibuku orang jepang dan ayahku korea," jawab Nami. "Baiklah. Sandeul, ayo ajak dia mencoba minuman terbaru kita," kata ibu Sandeul yang lalu berjalan kekantornya yang ada dibelakang kafe. Sandeul lalu menyuruh Nami memilih tempat duduk dan memesankan minuman terbaru yang ada di kafe itu. "Minuman ini enak," Kata Nami. "Tenang saja. Meski rasanya manis tapi gulanya gula asli," kata Sandeul yang membuat Nami kaget. "Kau selalu bisa menebak pikiranku," komentar Nami yang lalu tertawa. "Untunglah kau bisa tertawa. Tadi aku melihatmu hampir menangis." "Aku hanya sedikit sakit saat melihat mereka berdua. Tapi itu salahku juga yang tak berani mendekati Shinwoo," kata Nami. "Aku sepertinya tak akan melanjutkan pendidikan di sini," kata Sandeul tiba-tiba yang membuat Nami kaget. "Jadi, semester tiga nanti kau tak akan berada di sini?" "Masih dalam proses. Aku tidak tahu itu berhasil atau tidak. Seminggu lagi hasilnya keluar. Karena itu aku ingin mengobrol denganmu." "Eh? Mengapa?" Tanya Nami. "Kau salah satu sahabatku. Tapi aku takut mempunyai perasaan lebih. Aku mencoba menjauhkannya untuk mempertahankan persahabatan kita. Tapi aku tidak tahu," jawab Sandeul. Nami terdiam begitu mendengar pengakuan tidak langsung dari Sandeul itu. Dia bingung ingin berkata apa. Ternyata Sandeul menyukainya dan Nami bahkan tidak sadar akan hal itu. Segala perhatian yang diberikan Sandeul memang membuatnya merasa lebih baik. Tapi Nami tidak tahu apa dia bisa membalas perasaan Sandeul atau tidak. "Aku.. Aku tidak tahu harus bagaimana," kata Nami yang masih kaget. Mereka lalu tenggelam dalam kesunyian. Akhirnya Sandeul memutuskan untuk mengantar Nami pulang. Sepanjang jalan mereka juga tak bicara banyak. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Temui aku seminggu lagi. Doakan saja aku tidak jadi pergi. Tapi aku tidak tahu apa pikiranmu berkata lain. Ah ~ aku sudah mulai aneh. Baiklah, sampai jumpa, Nami," kata Sandeul saat ia dan Nami sudah sampai di depan rumah Nami. Nami tak melepaskan pandangannya sampai Sandeul menghilang. Tanpa sadar setetes air matanya jatuh. Ia sedih begitu mendengar bahwa Sandeul akan pergi sampai tak mampu berkata banyak. Tapi akhirnya ia masuk ke rumah dan tertidur karena lelah. Seminggu kemudian.. Nami berlari dengan kecepatan penuh ke lantai 3 dimana mahasiswa baru biasa memakai ruang kelas di situ. Kepanikannya semakin menjadi saat ia tak kunjung menemukan orang yang ia cari. "Hanree! Apa kau melihat Sandeul?" Tanya Nami di tengah nafasnya yang terputus-putus. "Dia ada di 311," jawab Hanree yang langsung kaget saat melihat Nami sudah melesat dan pergi begitu saja. Nami melihat seseorang yang keluar dari ruangan itu. Dia terhenti sejenak sambil berusaha mengenali orang itu. "Lee Sandeul!!" Panggilnya yang membuat semua orang menoleh kearahnya termasuk yang dipanggil. "Apa.." Kata Sandeul yang langsung terhenti begitu Nami memeluknya. "Kau.. tidak.. jadi.. pergi.. kan?" Tanya Nami yang tiba-tiba pingsan dan langsung ditahan Sandeul. Shinwoo, Hana dan Jin Young yang lewat di dekat situ langsung membantu Sandeul membawa Nami ke ruang kesehatan. Hanree yang ternyata menyusul Nami langsung mengikuti mereka ke ruang kesehatan. Baro dan Gongchan yang melihat Sandeul membawa seseorang langsung mengikutinya. "Nami! Nami! Sadarlah!" Seru Sandeul panik setelah membaringkannya di ranjang ruang kesehatan. "Dia terlihat lemas seminggu ini. Setiap aku mengajaknya makan, ia selalu menolak," kata Hanree yang membuat Sandeul semakin khawatir. "Sandeul," panggil Nami yang pelan-pelan mulai tersadar. "Tolong siapkan teh manis hangat," kata Gongchan yang membuat Hanree dan Hana langsung membuatnya. "Nami, ayo duduk dulu sebentar. Ayo diminum pelan-pelan," kata Sandeul yang lalu memberikan secangkir teh manis hangat. Nami lalu mengatur nafasnya dan meminum teh hangat itu pelan-pelan. "Kau tidak jadi pergi kan?" Tanya Nami ke Sandeul setelah ia merasa lebih baik. Sandeul hanya menggelengkan kepalanya dan Nami langsung memeluknya. Air matanya tumpah begitu saja karena senang saat mendengar bahwa Sandeul tidak akan pergi. "Aku menyukaimu, Lee Sandeul. Jangan pernah meninggalkanku lagi," kata Nami yang membuat Sandeul terkaget-kaget. "Jadi.. Kau.. ," kata Sandeul yang terpotong karena masih kaget. "Ya, aku bisa membalas perasaanmu, Sandeul." Sandeul langsung memeluk Nami dan membuat seisi ruangan berseru kaget. "Selamat untuk pasangan baru kita!" Seru Baro yang langsung diikuti oleh yang lain. Sahabat bisa menjadi obat yang menyembuhkan luka hati. Sahabat juga merupakan orang yang selalu ada di dekat kita. Setiap perhatian mereka membuat kita merasa lebih baik. Kita akan merasa kehilangan saat tidak ada mereka. Tapi jika hubungan sahabat itu menjadi lebih dari sekedar sahabat, mengapa harus takut untuk melanjutkan kalau kau yakin bahwa semua akan baik-baik saja jika kau bersama sahabatmu? ^^