Rain & Cry (1/2)
Maaf Typo-nya >.< Baca sekaligus dengerin “Rain & Cry –15&”
“Happy Reading ^^” ***
“Ong, kau yakin kita akan meletakkan Nichkhun disini? Rumah ini sepi. Dan bagaimana jika Nichkhun di culik setelah kita meninggalkannya. Akh! Kenapa kau memukul kepalaku?"
Seol Ong baru saja menjitak kepala Jokwon.
“Aku heran kenapa ada malaikat sebodoh dirimu? Pakai pendengaranmu dengan benar. Pemilik rumah ini sedang dalam perjalanan pulang, dua menit lagi mereka akan tiba. Sudah cepat letakkan Nichkhun. Kita harus cepat pergi. Kita akan kembali lagi jika waktunya tiba.” Tutur Seol Ong terburu-buru.
Jokwon menaruh Nichkhun yang berumur sepuluh bulan didalam box kecil dan meletakkan tepat di depan pintu rumah kediaman Jang. Seol Ong dan Jokwon membentangkan sayap bulu putihnya sampai sepanjang dua meter. Tubuh merekapun mulai melayang, terbang tinggi meninggalkan Nichkhun yang mulai menangis. Pintu mobil terbuka, bayi merah yang baru lahir tiga hari yang lalu dalam gendongan ibunya juga tengah menangis kencang. Nyonya Jang sibuk menenangkan Wooyoung anaknya yang terus menangis sejak dalam perjalanan dari rumah sakit. Nyonya Jang merasa aneh, kenapa tangisan anaknya semakin keras dan terdengar tangisan bayi lainnya.
“Istriku! Bayi siapa ini?” Tuan Jang yang akan membuka pintu terkejut. Tuan Jang segera mengambil Nichkhun yang menangis dalam box dan menggendongnya. Nyonya Jang mendekat.
Tangisan yang memekikkan telinga, akhirnya terhenti ketika bola mata Nichkhun menangkap wajah merah Wooyoung yang juga seketika berhenti menangis sedang menatap balik Nichkhun dalam pandangannya yang masih kabur. Sekian detik berlalu Wooyoung menguap dan memejamkan matanya dan Nichkhun tersenyum memperlihatkan gusi merahnya.
Tuan Jang dan Nyonya Jang hanya saling berpandangan, heran dengan apa yang baru saja terjadi. Lalu Tuan Jang memerika box bayi nichkun, sebuah bulu putih yang bertulis nama Nichkhun di pangkalnya ia ambil. Hanya itu yang Tuan Jang temukan.*** *4 tahun kemudian* “Hyung, aku bisaaaa.”
Bruuk
“Hiks, Huweeeeee.”
Bocah kecil yang berada dibelakang segera berlari melihat adiknya yang terjatuh dari sepeda.
“Wooyoung, kau baru bisa menjalankan sepeda jadi lihat kedepan, jangan menoleh kebelakang. Cup cup cup, aku akan belikan eskrim setelah ini, jadi jangan menangis lagi.” Kata Nichkhun seiring membantu Wooyoung berdiri.
“Hiks. Aku hanya ingin memastikan bahwa Khun hyung masih dibelakangku dan melihat aku sudah bisa menjalankan sepeda. Hiks.”
Nichkhun tersenyum dan menghapus air mata di pipi bulat Wooyoung “Woo, dengar baik-baik bahwa aku akan selalu melihatmu dari belakang, memastikan kau terjaga dengan baik dan aku akan selalu berdiri disampingmu, memastikan kau selalu tertawa bahagia.”
“Hyung, aku tidak mengerti.”
“Kau tidak perlu mengerti, Woo” Nichkhun mengacak rambut Wooyoung.
“Hyung, kakiku...sakit.”
Nichkhun berjongkok, meniup lutut Wooyoung yang sedikit berdarah, udara yang keluar dari mulut Nichkhun seketika menutup goresan luka di lutut Wooyoung dan darah itupun menghilang.
“Apa masih sakit?” Tanya Nichkhun sudah menatap Wooyoung.
“Tidak.” Wooyoung tersenyum “Hyung ayo beli eskriiim!”
“Kita minta uang dulu sama Eomma.”
“Kalau begitu hyung tunggu disini saja, biar aku yang minta pada Eomma.” Wooyoung berlari ke dalam rumah. Dan Nichkhun terkikik melihat polah adiknya, serta menunggunya di halaman luas mereka. ***
Suara gemuruh mulai terdengar berkali-kali, gumpalan awan hitam pun sudah menjadi pertanda hujan akan turun lebat. Namun Wooyoung dan Nichkhun justru tak lekas masuk kedalam rumah. Mereka masih sibuk dengan sesuatu di bawah pohon di taman belakang rumah besarnya.
“Khun hyung cepat sedikit, hujan akan turun.” Tangan Wooyoung cekatan menancapkan ranting-ranting pohon ke dalam tanah.
“Iya bersabarlah sebentar.” Nichkhun membawa kumpulan daun kering lebar dalam dekapannya dan berjongkok di samping Wooyoung.
“Kita harus cepat membuat rumah untuk semut-semut hitam ini hyung, kalau tidak air hujan akan membanjiri lubang mereka. Dan makanan yang susah payah mereka kumpulkan akan hanyut.” Kata Wooyoung cemas. Nichkhun segera menata daun-daun kering ke atas ranting yang sudah disusun Wooyoung, menjepitnya lagi dengan ranting dan mengikatnya menggunakan rumput kering sampai terbentuk atap rumah kecil.
“Woo, sepertinya percikan air masih bisa masuk.”
“Ah aku ada ide. Bagaimana jika kita menambangkan payung merah khun hyung di atasnya.”
Nichkhun mengangguk “Boleh juga. Dan aku akan mencari batu sebagai pagar rumah ini, agar aliran air tidak masuk.”
“Hyung benar. Ayo cepat hyung! Aku akan mengambil payung dulu.” Wooyoung berlari mengambil payung yang ada di dalam rumah. Nichkhun bergerak mengumpulkan batu-batu kecil.
Bulir-bulir air mulai jatuh menetesi kulit Nichkhun dan Wooyoung , semua sudah selesai, mereka segera berlari kembali ke dalam rumah. Pekikan Nyonya Jang sudah menggema di seluruh ruangan, memanggil mereka untuk berhenti bermain dan lekas mandi karena suara gemuruh terdengar lebih keras disertai kilatan petir. ***
“Cepat tidur dan kau Wooyoung berhenti mengajak hyungmu bercerita tentang semut-semutmu itu atau ayam-ayammu karena ini sudah jam sembilan. Eomma tidak mau besok kalian bangun kesiangan dan terlambat ke sekolah karena besok adalah hari pertama kalian masuk sekolah di kelas empat.” Jelas Nyonya Jang.
“Yes Mom” jawab mereka bersamaan.
Nyonya Jang tersenyum, lalu mencium kening mereka, mematikan lampu dan keluar menutup pintu.
“Hyung...”
Seperti sebelum-sebelumnya, Nichkhun beranjak dari kasurnya yang terpisah dari kasur Wooyoung, membaringkan tubuhnya di samping Wooyoung, memeluk Wooyoung erat dari belakang.
“Tidurlah.”
“Hmm” Wooyoung menggumam, memejamkan matanya. Tak butuh waktu lama Wooyoung tertidur, Nichkhun pun menyusul Wooyoung ke alam mimpi. Entah kenapa Wooyoung akan tidur nyenyak tanpa mimpi buruk jika Nichkhun tidur disampingnya seperti itu.
***
Wooyoung memainkan tangannya di jendela yang berembun, diluar hujan. Wooyoung ingin bermain air, hujan-hujanan. Tapi, ibunya pasti akan melarangnya. Wooyoung hanya bisa menatap luar, melihat bunga yang begitu indah akan titik air yang membasahinya.
“Khun hyung....” Wooyoung menoleh ke belakang tapi Nichkhun yang tadinya bermain robot menghilang. Suara jendela terketuk oleh batu kerikil, dilihatnya Nichkhun sudah ada diluar berpayung merah, melambaikan tangannya meminta Wooyoung cepat turun.
Wooyoung kegirangan, ia pun berlari turun.
“Hyung, bagaimana jika nanti eomma marah?”
“Tenang saja. Kita akan selesai sebelum appa dan eomma pulang.”
“Yeayy.” Wooyoung meloncat-loncat, merasakan bulir-bulir air yang mulai membasahainya. Nichkhun memutar payung merahnya, seiring tubuhnya yang memutar membiarkan hujan juga membasahi tubuhnya. Mereka berlari-lari, saling melempar lumpur, baju putih kini sudah berwarna tanah. Tak cukup disitu, demi menghindari lemparan Wooyoung berlari kearah teras, jadilah lumpur itu membentuk lukisan abstrak di jendela dan pintu rumah mereka serta berceceran di lantai. Oh tak masalah jika mereka akan mendapat hukuman dari eommanya, yang penting sekarang mereka senang.
***
Hari minggu adalah hari yang paling menyenangkan sedunia bagi anak-anak sekolah, pun bagi Wooyoung dan Nichkhun. Bisa bangun siang dan bermain sepuasnya atau nonton film kartun kesayangan. Ketika sudah lelah dan terik matahari tepat pada puncaknya adalah waktu yang tepat untuk menikmati eskrim di bawah pohon besar di taman belakang rumah. Ugh its happy day.